Sabtu, 07 Februari 2015

KEBERPIHAKAN PEMERINTAH KEPADA RAKYAT MASIH DIPERTANYAKAN





SIARAN PERS KPBI – 23 DESEMBER 2014

“CATATAN AKHIR TAHUN 2014”


Tahun 2014 merupakan tahun dimana negara Republik Indonesia dipimpin oleh dua Kepala Negara/Kepala Pemerintahan dari hasil Pemilu yang berbeda. Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono produk Pemilu 2009 yang berkuasa hingga 20 Oktober 2014; dan Presiden Joko Widodo produk Pemilu 2014 yang akan berkuasa hingga 2019.
Dalam mengakhiri kekuasaannya, Presiden SBY masih menyisakan utang-utang atas kesejahteraan rakyat yang dinodai oleh tingkah kekuasaannya yang tidak sungguh-sungguh berpihak kepada rakyat, dan menodai hak demokrasi rakyat sebagai pemegang kedaulatan negara berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dari catatan KPBI hingga Oktober 2014, Presiden SBY menyisakan masalah besar bagi rakyat Indonesia, antara lain:
1.        Terbentuknya Undang-Undang tentang Pemilihan Umum Kepala Daerah melalui DPRD telah mencederai hak demokrasi rakyat yang susah payahnya dibangun dan dikembangkan sejak meletusnya gerakan reformasi tahun 1998. Pembentukanpakn bentuk undang-undang tersebut merupakan bentuk dari permainan politik yang tidak memiliki dasar keberpihakan kepada hak demokrasi rakyat yang dijamin oleh UUD 1945.
2.        Presiden SBY dengan tanpa memperhitungkan fakta masih jutaan rakyat Indonesia yang menganggur, dan jutaan rakyat Indonesia yang terpaksa harus mencari kerja ke manca negara sebagai pekerja domestik (PRT), begitu nekadnya ikut membuat perjanjian internasional tentang MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) yang membuka lebar-lebar angkatan kerja asing masuk ke Indonesia untuk bekerja di sektor-sektor industri dan jasa pada tahun 2015. Memang MEA mengisyaratkan pasar kerja yang dapat dimasuki tenaga kerja asing adalah untuk tenaga professional seperti seperti dokter, pengacara, akuntan, dan lainnya. Tetapi fakta di lapangan membuktikan, tanpa MEA saja, pekerjaan-pekerjaan yang secara umum dapat dikerjakan oleh tenaga kerja Indonesia sudah dikerjakan oleh tenaga kerja asing dengan berkedok “Tenaga Ahli” tanpa ada pengawasan yang ketat dari Pemerintah c.q Kementerian Tenaga Kerja, dan Imigrasi.
3.        Dalam dua periode kepemimpinannya, Presiden SBY tidak juga membentuk Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan yang diperintahkan oleh Pasal 97 UU No. 13 Tahun 2003. Akibatnya, pekerja/buruh setiap tahun harus tempur dijalanan untuk menuntut upah minimum guna dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak. Padahal, jika peraturan pemerintah itu cepat dibentuk, maka dapat meminimalisasi aksi-aksi pekerja/buruh yang tidak produktif dan meresahkan masyarakat umum dalam menuntut hak fondamentalnya yaitu mendapatkan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945.
4.        Dalam politik anggaran, Pemerintah SBY belum menunjukkan keberpihakan secara penuh kepada hak atas jaminan kesehatan seluruh rakyat Indonesia. Terbuki dalam APBN 2014 – 2015 ini, belum juga menjalankan perintah UU No.36 Tahun 2009 Kesehatan, yang memerintahkan Pemerintah untuk menganggarkan dana 5% (lima persen) dari APBN, dan 10% (sepuluh persen) dari setiap APBD provinsi, kabupaten/kota untuk kesehatan. Akibatnya:
-          masih 40 hingga 50-an juta rakyat fakir miskin dan orang tidak mampu tidak mendapatkan jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan;
-          minimnya penambahan rumah sakit-rumah sakit terutama untuk tipe D dan tipe C di tingkat kecamatan, kabupaten/kota untuk melayani masyarakat yang membutuhkan rawat inap;
-          masih banyak Puskesmas yang tidak layak pakai karena rusak dan tidak terawat;
-          tidak adanya klinik-klinik negeri di pedusunan yang jauh dari Puskesmas kelurahan atau desa.
5.        Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Pensiun yang berdasarkan UU No. 24 Tahun 2011 harus sudah terbentuk paling lambat 25 November 2013, sampai hari ini belum juga terbentuk. Padahal jaminan pensiun ini sangat penting bagi pekerja swasta untuk mendapatkan hak pensiun ketika memasuki usia pensiun demi terjaminnya penghasilan setelah tidak dapat bekerja lagi karena usia.
Mengawali pemerintahannya yang baru kurang seumur padi (63 hari), Presiden Joko Widodo yang terpilih secara demokratis belum nampak gebrakannya untuk menjalankan komitmennya membangun pemberdayaan Buruh, di sektor formal maupun informal, sebagaimana termuat dalam visi-misinya, seperti menciptakan mekanisme proteksi untuk melindungi tenaga kerja dalam pelaksanaan Masyarakat Ekonomi Asean. Tapi, hingga tinggal hitungan hari menuju tahun 2015 – tahun dimulainya MEA, belum terdengar pemerintahan Joko Widodo menciptakan mekanisme proteksi tersebut.
Misi lainnya adalah mengendalikan inflasi sebagai bagian integral dari perjuangan buruh. Tetapi dengan kebijakan menaikkan harga BBM beberapa pekan lalu, berdampak pada melonjaknya harga-harga kebutuhan primer rakyat tanpa dapat dikendalikan oleh Pemerintah, yang berakibat inflasi meningkat cukup tinggi. BI memperkirakan inflasi di akhir tahun 2014 akan menembus angka 8,1%. Itu pun dapat disebut angka inflasi politis karena sasaran inflasi sudah ditetapkan oleh BI hingga tiga tahun ke depan. Jika inflasi dilihat secara faktual di setiap rumah tangga – khususnya rumah tangga menengah ke bawah, inflasi sudah mencapai belasan persen, dengan membandingkan harga kebutuhan primer rakyat sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM.
Solusi pengalihan subsidi BBM kepada pembangunan infrastruktur dan pertanian seperti yang disampaikan pemerintah sesungguhnya baik, masalahnya adalah ia tidak serta merta mengatasi masalah yang jauh lebih krusial yaitu penciptaan lapangan kerja dan upaya mengatasi pengangguran yang sudah mencapai 7% nasional dan pengangguran di usia produktif 19-24 tahun dengan tingkat amat mengkhawatirkan dengan 20% (!), dalam situasi bonus demografi yang sedang dinikmati Indonesia saat ini. Pemerintah perlu lebih jelas menyampaikan rencana dan upaya untuk mengatasi masalah pengangguran dan penciptaan lapangan kerja.
KPBI akan mendukung secara kritis program-program terobosan yang perlu dilakukan oleh Pemerintah, dan memastikan hasil dari pemilu demokratis ini tidak dipatahkan di tengah jalan oleh siapa pun, agar proses penggantian kepemimpinan konstitusional dapat terus berlanjut secara baik di negeri ini. Secara khusus kami mendukung program-program kesejahteraan rakyat seperti jaminan kesehatan dan pendidikan, sebagai pintu masuk untuk meraih manfaat bonus demografi dan mencegah bencana demografi.
Untuk itu KPBI mendesak pemerintahan Joko Widodo untuk mewujudkan janji-janji politiknya untuk mensejahterakan rakyatnya sesuai dengan visi-misinya, yaitu:
1.        Melaksanakan segera program dan kegiatan untuk mendorong penciptaan lapangan kerja dan mengatasi pengangguran, bukan hanya pembangunan infrastruktur belaka, khususnya pengangguran terdidik di usia produktif 19-24 tahun dan mendorong pemanfaatan bonus demografi yang sedang dinikmati Indonesia.
2.        Mencabut atau setidaknya menunda pelaksanaan MEA pada tahun 2015, sebelum pemerintah membentuk mekanisme proteksi bagi tenaga kerja dalam negeri.
3.        Menetapkan penerima KIS (Kartu Indonesia Sehat) atau dalam undang-undang disebut Peserta PBI (Penerima Bantuan Iuran) bagi fakir miskin dan orang tidak mampu dari semula 86,4 juta jiwa menjadi 125 juta jiwa; dan meningkatkan besaran iurannya yang semula Rp 19.225/jiwa menjadi Rp 25.500/jiwa.
4.        Mendorong kerja sama yang lebih baik antara pemerintah pusat dan daerah khususnya untuk memastikan terwujudnya anggaran kesehatan harus sebesar 5% (lima persen) dari APBN, dan 10% (sepuluh persen) dari APBD provinsi, kabupaten/kota sesuai dengan perintah UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
5.        Memerintahkan untuk mencabut Peraturan Menteri Kesehatan No. 59 tahun 2014 tentang Tarif INA-CBG’s karena bertentangan dengan UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, dan mengembalikan mengenai penentuan tarif kepada mekanisme penetapan besaran tarif berdasarkan kesempakatan antara BPJS Kesehatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan di setiap daerah.
6.        Segera merealisasikan pembentukan Peraturan Pemerintah (PP) yang tertunda, seperti PP tentang Pengupahan, PP tentang Jaminan Pensiun, PP tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.

Demikian.
PRESIDIUM KPBI

Indra Munaswar
(08159559867)
Timboel Siregar
(0817835521)
Surya Tjandra
(08128804072)
German E. Anggent
(08111014434)
Bayu Murnianto
Gatot Subroto
Masfendi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar